KNPB MNUKWAR, 15 aGUSTUS 2016. KONFERENSI PERS.PENOLAKAN PERJANJIAN ILEGAL NEW YORK AGREEMENT TAHUN 1962. |
Genap 54 tahun penandatanganan
Perjanjian New York Agreement 1962 antara Indonesia dan Belanda 15 Agustus 1962
di bawah naungan PBB.
Penandatanganan Perjanjian New York
Agreement 1962, terkait sengketa Wilayah Papua Barat 15 Agustus adalah akar
kejahatan atas hak politik dan pelanggaran terhadap Nasib Masa depan Bangsa
Papua Barat . Sebab dalam perjanjian tersebut tidak pernah diwakil dari bangsa
papua Barat ikut dilibatkan pada saat penyusunan perjanjian New York sampai
dengan penjanjian tersebut ditandatangani di markas PBB.
Penandatanganan New York antara
Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa Bangsa, U Thant di markas Perserikatan Bangsa – Bangsa yang disusun oleh
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker, sesuai dengan mandat
yang diberikan oleh sekjend PBB U Thant, terdiri dari 29 pasal yaitu pasal
14-21 mengatur tentang penentuan nasib sendiri (Self Determination) yang didasarkan
praktek Internasional yaitu satu orang satu suara setiap orang dewasa baik
laki-laki maupun perempuan.
Persetujuan (New York Agreement ) Bagi
rakyat Papua tidak sah, baik secara yuridis maupun moral sebab dalam
kesepakatan tersebut orang Papua Barat tidak dilibatkan sebagai pemilik wilayah
Papua Barat, ini merupakan pelanggaran atas hak politik Bangsa Papua Barat.
Pada hal Perjanjian tersebut membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua
Barat, tetapi dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa
Papua Barat.
Kesepakatan New York yang
ditandatangani oleh Belanda Dan Indonesia dibawah yuridiksi hukum Intenasional
15 Agustus 1962 telah mengabaikan hak politik orang Papua, sebab kesepakatan
dilakukan secara sepihak Seharusnya orang papua barat harus dilibatkan sebagai
subyek. Hal ini merupakan kesalahan fatal yang pernah dilakuakan oleh
Indonesia, Belanda, Amerika dan PBB, hanya untuk kepentigan Kapitalisme
Amerika.
Sebab Perjanjian New York yang
melegitimasi Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA 1969) dilakukan
hanyalah rekayasa untuk melegalkan kependudukan kolonialisme indonesia dan
kepentingan ekonomi kapitalis serta kepentingan imperialisme global di west
Papua. Karena pelaksanaan Pepera 1969 di Papua tidak dilakukan sesuai dengan
perjanjian yang ditandatagani Indonesia dan Belanda sesuai dengan pasal 18
namun dilakukan penuh dengan rekayasa melanggar prinsib–prinsib hukum
Internasional.
Sesungguhnya Perjanjian New York
Agreement 1962 dilakukan Sesuai dengan resolusi Majelis Umum PBB pasal 1514 dan
1541 dan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang
menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil
dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif dimana hak penentuan nasib sendiri
(the right to self-determination) atau Referendum secara demokratis. Dengan
demikian perjanjian New york dilakukan untuk memberikan kebebasan bagi rakyat
Papua Barat menentukan nasib masa depanya berdasarkan prinsip-prinsip dan
standar hukum internasional.
Melalui perjanjian New York Indonesia diberikan kewenangan untuk melaksanakan referendum di Papua barat secara demokratis, namun Pepera 1969 dalam pelaksanaanya tidak dilakukan sesuai dengan perjanjian New York pasal 18 satu orang satu suara/ One man one vote tetapi, dilakukan seribu orang satu suara atau keterwakilan yaitu hanya 1.025 orang ikut memilih dibawah tekanan militer, penuh dengan rekayasa, intimidasi, teror dan cacat hukum dan moral. Rakyat Papua tidak diberikan ruang secara bebas menentukan nasib masa depanya sesuai dengan perjanjian new York pasal 18 ayat D , One man one vote.
Melalui perjanjian New York Indonesia diberikan kewenangan untuk melaksanakan referendum di Papua barat secara demokratis, namun Pepera 1969 dalam pelaksanaanya tidak dilakukan sesuai dengan perjanjian New York pasal 18 satu orang satu suara/ One man one vote tetapi, dilakukan seribu orang satu suara atau keterwakilan yaitu hanya 1.025 orang ikut memilih dibawah tekanan militer, penuh dengan rekayasa, intimidasi, teror dan cacat hukum dan moral. Rakyat Papua tidak diberikan ruang secara bebas menentukan nasib masa depanya sesuai dengan perjanjian new York pasal 18 ayat D , One man one vote.
Kami Seluruh Rakyat west papua, sudah, sedang dan
akan memberikan Mosi tidak percaya
terhadap Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreemnent) antara
Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat)
pada tanggal 15 Agustus 1962. Dan kami Rakyat west papua mendukung penuh
terhadap Penandatangganan WESTMINSTER
Pada 03 Mei 2016 lalu, pada pertemuan IPWP Dikantor parlemen inggris merupakan sesuai keingginan rakyat west papua.
Maka Rakyat Papua menedesak PBB
meninjauh kembali pejanjian new York
Mendesak PBB segera melaksanakan Referendum ulang di West Papua karena pepera 1969 tidak dilaksananak sesuai dengan Perjanjian New York.
Mendesak PBB segera melaksanakan Referendum ulang di West Papua karena pepera 1969 tidak dilaksananak sesuai dengan Perjanjian New York.
Salah satu Hasil westmister dari 5 point pada 3
mei 2016 bahwa
Mendesak
pengawasan Internasional dalam penentuan nasib sendiri bagi West Papua
sesuai
dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 dan
1541 (XV).
Oleh karena itu kami
rakyat west papua mendesak PBB Segarah pengintervensi internasionl di west
papua dalam rangka memantahu REFERENDUM di papua.
Perendahan harkat dan martabat bangsa
Papua oleh bangsa Indonesia sebagai bentuk penghianatan dan Bukan Manusia di
mata Indonesia, Manusia Papua sebagi
ciptaan Tuhan yang mulia namun Tahun 1960 sampai sekarang indonesia selalu saja
penangkapan, penyiksaan, penganiayaan, pemenjarahan, pembunuhan dan
diskriminasi rasial serta menyebutnya manuisa Papua sebagai kera, monyet, babi
bahkan Indonesia merusak dan merendahkan
nilai manusia Papua. Melalui peringatan perjanjian New York 15 Agustus 2016
ini, pemerintah RI agar membuka diri untuk membuka lebaran sejarah status
politik bagi Papua dan memberikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk
menentukan masa depan Melalui (REFERENDUM) . Referendum sebagai solusi
demokratis yang paling diakui di tingkatan Internasional bahakan PBB. Indonesia sebagai anggota PBB Mau tidak mau,
suka dan tidak suka Indonesia harus menerima dan mengakui penentuan nasib melalui
REFERENDUM bagi rakyat bangsa Papua. Maka Rakyat Papua menedesak PBB meninjauh
kembali pejanjian new York
Mendesak PBB segera melaksanakan Referendum ulang di West Papua karena pepera 1969 tidak dilaksananak sesuai dengan Perjanjian New York.
Mendesak PBB segera melaksanakan Referendum ulang di West Papua karena pepera 1969 tidak dilaksananak sesuai dengan Perjanjian New York.
Badan
Pengurus Wilayah (BPW-KNPB Mnukwar).
Ketua Alexander Nekenem
Melkias Beanal
Ketua Sekretaris
Post a Comment